Masalah Remaja
03.03
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar
Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usia berkisar
antara 13 sampai 16 tahun atau yang sering disebut usia belasan yang tidak
menyenangkan, dimana terjadi perubahan juga pada dirinya baik secara psikis,
fisik dan social (Hurlock, 1973). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat
mengalami masa krisis yang ditandai dengan kecerundungan munculnya perilaku
menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi
perilaku yang mengganggu. (Ekowarni,1993).
Melihat kondisi tersebut jika tidak didukung kondisi
lingkungan yang kondusif dan kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu
timbulnya berbagai perilaku penyimpangan dan perbuatan-perbuatan yang negative
yang dapat melanggar aturan dan norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat
diwilayah tertentu. Untuk itu, pada masa remaja dibutuhkan penyesuaian diri
dimana pun dia akan berada.
Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi yang
kontinyu antara diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia luar.
Ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut
bersifat timbal balik (Calhoun dan Acocella,1976). Dari diri sendiri yaitu
jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada diri individu, tubuh, perilaku
dan pemikiran serta perasaan. Orang lain yaitu orang-orang disekitar individu
yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan individu. Dunia luar yaitu
penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi individu
Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini
karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan
baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini merupakan
suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan
mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru
dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi
(Hurlock,1980).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penyesuian Diri
Menurut
Kartono (2000), penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni
pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan,
depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan
kurang efisien bisa dikikis. Hariyadi, dkk (2003) menyatakan penyesuaian diri
adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau dapat pula
mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri. Ali dan
Asrori (2005) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan
sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang
diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan
internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar
atau lingkungan tempat individu berada. Sebelumnya Scheneiders (dalam Yusuf,
2004), juga menjelaskan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan
respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta
menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau
tuntutan lingkungan dimana dia hidup.
B. Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu:
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek
tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
- Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima
dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan
lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa
kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi
dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya
rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak
percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak
adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas,
rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan
keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang
dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang
diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik
yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk
meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
- Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam
masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih
berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku
sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi,
demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.
Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses
penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial
tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan
tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya,
keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini
individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas.
Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara
komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh
sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses
interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian
sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial
dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam
penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan
sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun
dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur
hubungan individu dengan kelompok.
Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan
dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga
menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola
tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan
individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri.
Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi
seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal
inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha
mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap
beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak
dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.
C. Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap
orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut
benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang
bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara
objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya
dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan
lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat
menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah
sebagai berikut:
- Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau
dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan,
cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan
menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya
berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok
bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang
mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan
mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan
menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak
dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila
hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang
(terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari.
Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena
remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan
pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan
stres.
Berdasarkan
kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan
harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas
pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata
menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian
diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak
memiliki rasa aman.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan
berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara
dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi
bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan
secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang
individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada
hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk
dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu
tersebut.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi
egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu
belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan
anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu.
Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul
dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah
laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan
adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu,
orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan
yang mendukung hal tersebut.
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga
mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara
berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih
banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan
penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri
sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama,
keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa
depannya.
- Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan
yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan
masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu
mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari
angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara
bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua
itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan
hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan
membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat
membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan
dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu
akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan
mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara
penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
- Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada
masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab
pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya
mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa
depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut
individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk
mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai
dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan
merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang
diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual
individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode
yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru
sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan
atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu
hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak
sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai
teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada
kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.
D. Penyesuaian Diri Secara Positif
Mereka tergolong mampu melakukan
penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut:
- Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
- Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
- Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
- Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
- Mampu dalam belajar.
- Menghargai pengalaman.
- Bersikap realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri
secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:
- Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Individu secara langsung menghadapi masalahnya dengan mengemukakan alasan – alasannya, misalnya : seorang remaja yang hamil sebelum menikah akan menghadapinya secara langsung dan berusahan mengemukakan segala alasan pada orangtuanya.
- Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). Individu mencari berbagai cara untuk mampu menyesuaikan diri dengan situasinya saat itu sebagai suatu pengalaman misalnya : seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas membuat makalah akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut , dengan membaca buku , konsultasi , diskusi , dsb.
- Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba. Individu melakukan tindakan coba-coba dalam menghadapi masalah, jika menguntungkan akan dilanjutkan dan jika gagal maka akan dihentikan,dimana dalam hal ini pemikirannya tidak berperan dibandingkan dengan cara eksplorasi misalnya seorang pengusaha mengadakan spekulasi untuk meningkatkan usahanya
- Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti). Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah maka ia akan mencari pengganti untuk memeroleh atau bisa menyesuaikan diri dalam masalah tersebut misalnya : gagal berpacaran secara fisik , ia akan berfantasi tentang seorang gadis idamanya
- Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri. Individu mencoba menggali kemampuan yang ada dalam dirinya dan kemudian dikembangkannya sehingga mampu membantunya untuk menyesuaikan diri
- Penyesuaian dengan belajar. Individu memeroleh banyak pengetahuan melalui belajar dan keterampilan yang dapat membantunya menyesuaikan diri misalnya : seorang guru akan berusaha belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya
- Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri. Penyesuaian diri akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat dan pengendalian diri secara tepat. misalnya : seorang siswa akan berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan pada ujian
- Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.Tindakan yang dilakukan diambil berdasarkan perencanaan yang cermat, dan keputusan diambil setelah dipertimbangkan dari berbagai segi ( dari segi untung dan ruginya).
E.
Penyesuain
Diri yang Salah
Kegagalan dalam melakukan
penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan
penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai
bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang
tidak realistik, agresif, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam
penyesuaian yang salah yaitu:
- Reaksi Bertahan (Defence Reaction). Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
- Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari- cari alasan untuk membenarkan tindakanya
- Represi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak kea lam tidak sadar. Ia berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis
- Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
- “Sourgrapes”(anggur kecut),yaitu dengan memutar balikkan keadaan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik mengatakan bahwa mesin tiknya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
- Reaksi Menyerang (Aggressive Reaction). Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya. Reaksi-reaksinya tampak dalam tingkah laku:
- Selalu membenarkan diri sendiri
- Mau berkuasa dalam setiap situasi
- Mau memiliki segalanya
- Bersikap senang mengganggu orang lain
- Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan
- Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka
- Menunjukkan sikap menyerang dan merusak
- Keras kepala dalam perbuatannya
- Bersikap balas dendam
- Memperkosa hak orang lain
- Tindakan yang serampangan dan
- Marah secara sadis
- Reaksi melarikan diri ( Escape Reaction )
Dalam reaksi ini orang mempunyai
penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan
kegagalan, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut: berfantasi
yaitu memasukan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan
(seolah-olah sudah tercapai}, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri,
menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada awal (misal
orang dewasa yang bersikap dan berwatak saperti anak kecil) dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis
banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.
3 komentar
i like this
BalasHapuslumayan buat referensi, i like it
BalasHapus_all : MAkasih mas Bro...
BalasHapus